Jumat, 07 November 2014

Tujuan Pendidikan Islam Menurut para Ahli

Banyak lembaga pendidikan yang berasaskan Islam, dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi atau universitas. Hal ini menunjukkan bahwasanya, Islam sangat memperhatikan pendidikan. Dalam prakteknya, tidak semua proses pendidikan Islam dalam lembaga-lembaga pendidikannya hanya mengkhususnya kepada pendidikan keagamaan saja, lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah banyak yang mengolaborasikan antara pendidikan Islam dan pendidikan umum, hal ini tentu dengan maksud bahwa siswa siswinya tidak hanya menguasai ilmu agama/akhirat saja, tetapi juga menguasai ilmu dunia/ilmu untuk kehidupan di dunia.

Para ahli pendidikan telah memberikan definisi tentang tujuan pendidikan Islam, di mana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi yang lain. Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tujuan pendidikan Islam adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya saja yang berbeda. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ahli:

  1. Naquib la-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan hidup (phylosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan kamil) menurut Islam. Pemikiran Naquib la-Attas ini tentu saja masih bersifat global dan belum operasional. Definisi tersebut mengandaikan bahwa semua proses pendidikan harus menuju pada nilai kesempurnaan manusia. Insan kamil atau manusia sempurna yang diharapkan tersebut hendaknya diberikan indikator-indikator yang dibuat secara lengkap dan diperjenjang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat operasional dan mudah diukur.
  2. Abd ar-Rahman Saleh Abdullah, mengungkapkan bahwa tujuan pokok pendidikan Islam mencakup tujuan jasmaniah, tujuan rohaniah, dan tujuan mental. Saleh Abdullah telah mengklasifikasikan tujuan pendidikan ke dalam tiga bidang, yaitu: fisik – materiil, ruhani – spiritual, dan mental – emosional. Ketiga-tiganya harus diarahkan menuju pada kesempurnaan. Ketiga tujuan ini tentu saja harus tetap dalam satu kesatuan (integratif) yang tidak terpisah-pisah.
  3. Muhammad Athiyah al-Abrasyi, merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih rinci. Dia menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia, persiapan menghadapi kehidupan dunia-akhirat, persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subjek didik. Dari lima rincian tujuan pendidikan tersebut, semuanya harus menuju pada titik kesempurnaan yang salah satu indikatornya adalah adanya nilai tambah secara kuantitatif dan kualitatif.
  4. Ahmad Fuad al-Ahwani, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah perpaduan yang menyatu antara pendidikan jiwa, membersihkan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani. Di sini, yang menjadi bidikan dan fokus dari pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Fuad al-Ahwani adalah soal keterpaduan. Hal tersebut bisa dimengerti karena keterbelahan atau disintegrasi tidak menjadi watak dari Islam.
  5. Abd ar-Rahman an-Nahlawi, berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaan mereka berdasarkan Islam yang dalam proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ketaatan dan penghambaan kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Definisi tujuan pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan kepada Tuhan yang menyatu dalam diri secara individual maupun sosial.
  6. Senada dengan definisi yang dikemukakan oleh Abd ar-Rahman an-Nahlawi di atas, Abdul Fatah Jalal juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan manusia yang mampu beribadah kepada Allah, baik dengan pikiran, amal, maupun perasaan.
  7. Umar Muhammad at-Taumi asy-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Bagi asy-Syaibani, tujuan pendidikan adalah untuk memproses manusia yang siap untuk berbuat dan memakai fasilitas dunia ini guna beribadah kepada Allah, bukan manusia yang siap pakai dalam arti dipakai oleh lembaga, pabrik, atau yang lainnya. Jika yang terakhir ini yang dijadikan tujuan dan orientasi pendidikan maka pendidikan hanya ditujukan sebagai alat produksi tenaga kerja dan memperlakukan manusia bagaikan mesin dan robot. Pendidikan seperti ini tidak akan mampu mencetak manusia terampil dan kreatif yang memiliki kebebasan dan kehormatan.
  8. Ali AKhalil Abu al-‘Ainaini, mengemukakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah perpaduan antara pendidikan jasmani, akal, akidah, akhlak, perasaan, keindahan, dan kemasyarakatan. Adanya nilai keindahan atau seni yang dimasukkan oleh al-‘Ainaini dalam tujuan pendidikan agak berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli lainnya. Keindahan dan seni memang harus dieksplisitkan karena kesempurnaan secara riil pada akhirnya ada pada nilai seni. Jika sesuatu tersebut telah menyentuh wilayah seni, maka kesempurnaan dan keindahan dari sesuatu tersebut sudah riil dan menjadi bagian darinya.

Semua definisi tentang tujuan pendidikan tersebut secara praktis bisa dikembangkan dan diaplikasikan dalam sebuah lembaga yang mampu mengintegrasikan, menyeimbangkan, dan mengembangkan kesemuanya dalam sebuah institusi pendidikan. Indikator-indikator yang dibuat hanyalah untuk mempermudah capaian tujuan pendidikan, dan bukan untuk membelah dan memisahkan antara tujuan yang satu dengan tujuan yang lain (Moh Roqib, 2009: 27-30).

 

Referensi:

  • Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam – Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: LKIS, 2009.

2 komentar:

  1. Pas seperti yang saya cari sebagai referensi tugas kuliah, terima kasih mba Sri Utami, izin salin ya ...

    BalasHapus

Kotak Pencarian